Senin, 22 Juni 2015

budaya suku kajang



I.             PENDAHULUAN

a.   Suku kajang
           
Ada banyak keistimewaan Indonesia punya banyak Suku yang beragam, beruntung Indonesia adalah negara dengan multietnis. diantara banyaknya perubahan jaman saya salut dengan Suku yang punya pendirian teguh memegang tradisi nenek moyangnya, walaupun jaman cepat berubah mereka tidak lekang oleh jaman. Suku Kajang atau yang lebih dikenal dengan Adat Ammatoa adalah sebuah suku yang terdapat pada kebudayaan sulawesi selatan. Masyarakat Kajang di bisa di jumpai pada Kabupaten Bulukumba lebih tepatnya kecamatan kajang. Sebuah Suku Klasik yang masihkental akan adat istiadatnya yang sangat sakral. Suku ini merupakan salah satu suku yang tetap mempertahankan kearifan lokal sampai saat ini. Suku ini terletak di Sulawesi Selatantepatnya sekitar 200 km arah timur Makassar.Desa suku Kajang yang utama adalah desa Tana Toa. Selebihnya, mereka tersebar didesa Bonto Baji, Malleleng, Pattiroang, Batu Nilamung, dan Tambangan.Suku ini mendiami sebuah kecataman yaitu Kecamatan Kajang, yang merupakanbagian dari kabupaten Bulukumba (daerah yang terkenal dengan pembuat perahu Finisidengan pelaut-pelaut ulung). Dikecamatan Kajang sendiri dibagi menjadi dua wilayah, yaitu Kajang luar (Lembang) dan Wilayah Kajang adat (Kawasan adat Amma Toa).
 Dalam memegang tampuk kepemimpinan ini Ammatowa memilih lima orang pemukaadat untuk menjalankan roda pemerintahan. Kelima pemimpin tersebut diangkat olehAmmatowa dengan suatu perjanjian, di saat alam tidak bersahabat seperti matinya tanamandan hewan atau bencana alam, kelima pemuka adat harus rela melepas jabatannya.Suku ini berprinsip bahwa, daerah Kajang adalah daerah “kamase-masea . Bahkan,salah satu contoh program pemerintah adalahmemberikan akses penerangan (listrik) di daerah ini, di tolak oleh komunitas adat, sehinggasampai saat ini, daerah adat Kajang Ammatoa masih menggunakan penerangan lamputembok yang dulunya terbuat dari buah jarak, tetapi sekarang sudah memakai minyak tanah. Jadi jangan mencari ada alat elektronik di daerah ini. Memasuki kawasan Adat,penduduk tidak boleh memakai alas kaki, termasuk tamu yang datang dari luar. Masih berlakunya hukum peninggalan leluhur ini membuat Kawasan Adat Ammatowatidak pernah berubah sejak pertama kali didirikan.Jalan tanah sepanjang 5 kilometer menuju desa masih tetap bertahan tanpa perubahan yang berarti.Bahkan rumah-rumahadat yang terbuat dari kayu masih berdiri tegak dengan arah membelakangi hutan adat. Ruang tambahan yang terletak dibelakang rumah juga masih ada sebagai simbol memilikianak gadis.Asrinya suasana di kawasan adat initercipta karena pemimpin adat atau Ammatowa yang dibantu lima pemukaadat, secara keras menjalankanperaturan adat. Bahkan kerasnya Ammatowa dalam menjalankanperaturan ini dapat dilihat dari rumahmilik orang yang dianggap suci tersebut. Rumah pemimpin adat merupakan rumah terjelek. Dindingnya hanyaterbuat dari bambu. Sedangkan lima pemuka adat lainnya memiliki rumah lebih baik dariAmmatowa. Namun dalam melaksanakan kepemimpinannya, lima pemimpin adat inidikenakan kontrak sosial. Mereka dapat dihentikan dari jabatannya jika berbuat kesalahan yang dapat dilihat dari gejala alam.Di bawah kepemimpinan Ammatowa dan kelima pemuka adat, kebiasaan-kebiasaanleluhur tetap dijalankan. Justru dengan kebiasaan ini swasembada segala faktor kehidupan dapat terus berjalan.Dalam kehidupan Masyarakat Kajang, kaum wanita diwajibkan bisa membuat kaindan memasak.Sedangkan kaum pria diwajibkan untuk bekerja di ladang dan membuatperlengkapan rumah dari kayu. Keahlian membuat perlengkapan dari kayu ini jugamerupakan kewajiban bagi kaum pria untuk berumah tangga.Luasnya sawah milik warga Suku Kajang yang terletak jauh dari tempat tinggalmerupakan suatu anugrah tersendiri. Dengan luasnya sawah yang menghasilkan berton-ton padi setiap tahun,
 Warga suku Kajang selalu terhindar dari bahaya kelaparan. Anugrahini sangat disyukuri oleh segenap warga.Sumber dari segala kegiatan ataUpola hidup atau hokum adat bersumber                                                                                                       dari “pappasang”(semacam undang-undang yang dihafalkan dengan lisan secara turuntemurun). Hukum “Pappasang” merupakan semacam hukum tidak tertulis yang tidak bolehdilanggar. Siapa yang melanggar akan kena “pangellai”,teguran atau hukuman.
Perlu di ketahui, Kajang di bagi dua secara geografis,yaitu;
1.    kajang dalam (suku kajang, mereka di sebut“tau Kajang”)
2.    kajang luar (orang-orang yang berdiam disekitar suku kajang yang relatif lebih modern, mereka di sebut “tau Lembang” ).
Bukan hanya listrik yang dilarang masuk di suku Kajang, tetapi segala sesuatu yangdianggap melanggar “pappasang, Kajang, tana kamase - masea”.
Contoh lainnya adalah pembangunan jalan raya, kendaraan, sekolah, bahkan cara berpakain sekalipun. Memasukikompleks adat, anda akan dilarang untuk memakai pakaian yang mencolak, yangmencerminkan kemewahan, yang akan di kenakan sanksi adat ataupun tidak dibiarkanmasuk ke kompleks adat.Melihat keadaan alam suku Kajang, masih sangat asli. Di dalam kompleks adat adasebuah hutan, dimana masyarakat di larang mengambil kayunya, walau itu hanya untuk kayu bakar sekalipun, yaitu hutan “Karanjang”. 

II.               SEJARAH SUKU KAJANG
Namun, hanya masyarakat yang tinggal di kawasan Kajang Dalam yang masih sepenuhnya berpegang teguh kepada adat Ammatoa. Mereka mempraktekkan cara hidup sangat sederhana dengan menolak segala sesuatu yang berbau teknologi. Bagi mereka, benda-benda teknologi dapat membawa dampak negatif bagi kehidupan mereka, karena bersifat merusak kelestarian sumber daya alam. Komunitas yang selalu mengenakan pakaian serba hitam inilah yang kemudian disebut sebagai masyarakat adat Ammatoa.

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj33ThyphenhyphenoaybwFS6JEy_QKNSaaeRT1_cM2Bv1rPsbUnHB9GKKRfeSiZMEJXYNljOd_dp8_tE4oAjBMbvyUFfKGq8MRDRKMOVQRN7SK5fi4_3uo7FHn3r_p8GSdwrFO9lPyItc3HU5BOgZDI/s320/kajang+2.jpg








Masyarakat Ammatoa memraktekkan sebuah agama adat yang disebut dengan Patuntung. Istilah Patuntung berasal dari tuntungi, kata dalam bahasa Makassar yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “mencari sumber kebenaran. Ajaran Patuntung mengajarkan—jika manusia ingin mendapatkan sumber kebenaran tersebut, maka ia harus menyandarkan diri pada tiga pilar utama, yaitu menghormati Tuhan dan Nenek moyang (Turiek Akrakna). Kepercayaan dan penghormatan terhadap Turiek Akrakna merupakan keyakinan yang paling mendasar dalam agama Patuntung. Masyarakat adat Kajang percaya bahwa Turiek Akrakna adalah pencipta segala sesuatu, Maha Kekal, Maha Mengetahui, Maha Perkasa, dan Maha Kuasa. Turiek Akrakna menurunkan perintah-Nya kepada masyarakat Kajang dalam bentuk pasang (sejenis wahyu dalam tradisi agama Abrahamik) melalui manusia pertama yang bernama Ammatoa. Secara harfiah, pasang berarti “pesan”. Namun, pesan yang dimaksud bukanlah sembarang pesan. Pasang adalah keseluruhan pengetahuan dan pengalaman tentang segala aspek dan lika-liku yang berkaitan dengan kehidupan yang dipesankan secara lisan oleh nenek moyang mereka dari generasi ke generasi. Pasang tersebut wajib ditatati, dipatuhi, dan dilaksanakan oleh masyarakat adat Ammatoa. Jika masyarakat melanggar pasang, maka akan terjadi hal-hal buruk yang tidak diinginkan. Hal ini disebutkan dalam sebuah pasang yang berbunyi “Punna suruki, bebbeki. Punna nilingkai pesokki Yang artinya: Kalau kita jongkok, gugur rambut, dan tidak tumbuh lagi. Kalau dilangkahi kita lumpuh. Agar pesan-pesan yang diturunkan-Nya ke bumi dapat dipatuhi dan dilaksanakan oleh manusia, Turiek Akrakna memerintahkan Ammatoa untuk menjaga, menyebarkan, dan melestarikan pasang tersebut. Fungsi Ammatoa dalam masyarakat Kajang adalah sebagai mediator, pihak yang memerantarai antara Turiek Akrakna dengan manusia. Dari mitos yang berkembang dalam masyarakat Kajang, Ammatoa merupakan manusia pertama yang diturunkan oleh Turiek Akrakna ke dunia. Masyarakat Kajang meyakini bahwa tempat pertama kali Ammatoa diturunkan ke bumi  adalah kawasan yang sekarang ini menjadi tempat tinggal mereka. Suku Kajang menyebut tanah tempat tinggal mereka saat ini sebagai Tanatoa, “tanah tertua”, tanah yang diwariskan oleh leluhur mereka. Mereka percaya, konon di suatu hari dalam proses penciptaan manusia pertama di muka bumi, turunlah To Manurung dari langit. Turunnya To Manurung itu mengikuti perintah Turek Akrakna atau Yang Maha Berkehendak. Syahdan, To Manurung turun ke bumi dengan menunggangi seekor burung Kajang atau burung gagak yang menjadi cikal bakal manusia. Saat ini, keturunanya telah menyebar memenuhi permukaan bumi. Namun, di antara mereka ada satu kelompok yang sangat dia sayangi, yakni orang Kajang dari Tanatoa. Bagi orang Kajang, kepercayaan tentang To Manurung ini diterima sebagai sebuah realitas. Di tanah tempat To Manurung mendarat, mereka mendirikan sebuah desa yang disebut sebagai Tanatoa atau tanah tertua. Karena itu, mereka meyakini To Manurung sebagai Ammatoa (pemimpin tertinggi Suku Kajang) yang pertama dan mengikuti segala ajaran yang dibawanya. Kini, ajaran tersebut menjadi pedoman mereka dalam kehidupan  sehari-hari, dan nama burung Kajang kemudian digunakan sebagai nama komunitas mereka.

III.          TRADISI SUKU KAJANG
Setiap usai panen mereka selalu menggelar upacara adat yang bertujuan sebagai ucapan terima kasih kepada Sang Pencipta. Upacara adat yang disebut Rumatang ini dipimpin langsung oleh Ammatowa.Di sawah milik Ammatowa ini persiapan upacara Rumatang mulai dilakukan sejak pagi hari. Saat itu kaum wanita telah datang dan mulai memasak makanan di bawah gubuk milik Ammatowa. Berbagai jenis makanan khas Suku Kajang mulai dipersiapkan untuk keperluan upacara adat dan makan siang bersama. Persiapan di tepi sawah ini dipimpin oleh seorang wanita tua yang telah mengetahui jenis makanan yang harusdipersiapkan untuk sesaji. Dibawah petunjuknya, kaum wanita mulai memasak berbagai jenis makanan, termasuk nasi dengan empat warna.Di saat kaum wanita sibuk mempersiapkan sesaji, kaum pria juga mulai mengikat padi hasil panen mereka menjadi ikatan-ikatan besar. Usai diikat, padi hasil panen ini dijemur di bawah terik matahari.Tengah hari, merupakan pertanda upacara harus dilangsungkan. Sebelum memulai upacara puncak, warga Suku Kajang berkumpul dibawah bilik untuk makan siang bersama.  Uniknya makan siang di tepi sawah ini mempunyai syarat tertentu. Nasi yang dipersiapkan harus dari beras hitam. Karena jenis beras inilah yang pertama kali dapat ditanam oleh leluhur mereka. Upacara makan siang dilanjutkan dengan meminumsejenis minuman keras khas Sulawesi Selatan yang disebut "ballo".  Semua kaum pria wajib meminum ballo dari gelas yang sama sebagai simbol persaudaraan.Usai makan siang, kaum pria ditugaskan untuk membawa padi yang telah diikat menuju ke desamereka. Padi mereka bawa dengan menggunakan sebilah kayu. Mereka berjalan menyusuri pematang sawah dengan menempuh jarak sekitar 10 kilometer. Namun beban berat dan berjalan jauh tidak mereka rasakan karena rasa senangakan hasil panen yang berlimpah 
i.            Pakaian Adat
Hitam merupakan sebuah warna adat yang kental akan kesakralan dan bila kita memasuki kawasan ammatoa pakaian kita harus berwarna hitam. Warna hitam mempunyai makna bagi Mayarakat Ammatoa sebagai bentuk persamaan dalam segala hal, termasuk kesamaan dalam kesederhanaan. tidak ada warna hitam yang lebih baik antara yang satu dengan yang lainnya. Semua hitam adalah sama. Warna hitam menunjukkan kekuatan, kesamaan derajat bagi setiap orang di depan sang pencipta. Pakaian mereka adalah pakaian yang ditenun sendiri, yang konon harganya sangat mahal, bahkan sampai jutaan rupiah.Pos ini juga merupakan simbol mulai berlakunya hukum adat Masyarakat Kajang. Hukum adat ini berpedoman pada kitab wasiat Masyarakat Kajang yang masih dipegang teguh. Sehingga segala macam bentuk peradaban diluar kawasan tidak akan pernah mereka terima. Menurut kepala desa, salah satu kebiasaan yang harus dijalankan adalah kewajibanseorang wanita membuat pakaian untuk anggota keluarganya. Membuat pakaian merupakan syarat bagi seorang wanita untuk dapat melangsungkan  pernikahan. Sehingga dalam kehidupannya wanita tanpa keahlian membuat pakaian, tidak dapat menikah. Pembuatan pakaian ini dilakukan secara tradisional, mulai dari pembuatanbenang, proses pewarnaan hingga menenunnya menjadi selembar kain.
ii.             Tarian Daerah
Tarian Komunitas Kajang, adapun tarian yang dibawakan adalah “Pabatte Passapu”atau “Sabung ayam” Tatian tersebut mengalir begitu saja, tanpa latihan apalagi gladiresik Pabbatte Passapu menceritakan sabung ayam yang diperagakan dengan passapu (destar atau ikat kepala). Dua orang penari pria berpakaian serba hitam bergerak-gerak seperti seekor ayam jago.Tangan keduanya mengibas-ngibaskan destar hitam. Sebentar-sebentar, mereka beradu destar,menggambarkan dua jago sedang bertarung.
iii.            Alat Musik Daerah
Mereka tampil begitu alami dan sangat bersahaja. Begitu pula musik yangmengiringi, hanya menggunakan sebuah gendang kecil dan kunru-kunru. Yang terakhir ini alat musik tiup khas Kajang, terbuat dari batang padi atau bambu kecil.Biasanya, alat musik itu dimainkan penggembala kerbau. Yang sangat memikat,sepanjang pertunjukan Pabbatte passapu sekitar 20 menit, kunru-kunru terus melengking tiada henti.
iv.           Bahasa Daerah
Dalam bahasa bugis Konjo yang kental merupakan bahasa suku yang selama ini sebagai media komunikasi antar sesama masyarakat suku kajang.
v.            Agama
Agama mereka adalah Islam, dan akan marah jika dikatakan bukan orang Islam.Tapi jika dilihat lebih dalam, orang-orang Kajang masih menganut animisme, dinamisme ataupun totemisme. Sumbernya adalah “patuntung ”, sehingga ada yang mengatakan bahwa agama orang Kajang adalah agama “Patuntung”. Agama patuntung adalahsemacam upacara adat, dan sangat kelihatan pada acara-acara kematian. 


IV.         PENUTUP

Kesimpulan :
          Masyarakat suku kajang merupakan masyarakat yang penuh dengan kesederhanaan, mereka memegang teguh adat istiadat serta budaya-budaya mereka.Masyarakat kajang secara geografis terdiri dari dua yaitu, masyarakat kajang dalam ( tau kajang ) dan masyarakat kajang luar ( tau lembang ). Masyarakat kajang dalam lebih memegang teguh budaya dan tradisi-tradisi yang berlaku di lingkungannya. Sedangkan , masyarakat kajang luar merupakan masyarakat kajang yang tinggal di luar perkampungan, masyarakat kajang luar ini sudah bersifat modern dan dapat menerima hal baru dari luar. Dengan demikian apa yg baik yg harus kita buat adalah dengan meniru apa yg baik dari suku kajang ini. Bagaimana cara kita mengaplikasikan sesuatu yg baik dengan kesederhanaan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Daftar pustaka :
http://gowata.blogspot.com/2009/04/suku-kajang-di-kab-bulukumba.html 
http://www.indosiar.com/ragam/kajang--potret-suku-terasing_39110.html 
http://etnofilm.wordpress.com/2008/05/06/ammatoa-suku-kajang.
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=11951486.
http://www.psychologymania.com/2011/08/suku-kajang-menjaga-tradisi-dan.html
http://syaifulafdhal.blogspot.com/2013/09/selaras-dengan-alam-sebagai-kosmologi.html
http://www.alambudaya.com/2014/10/suku-kajang-yang-masih-memegang-teguh.html






Tidak ada komentar:

Posting Komentar