I.
PENDAHULUAN
a.
Suku kajang
Ada
banyak keistimewaan Indonesia punya banyak Suku yang beragam, beruntung
Indonesia adalah negara dengan multietnis. diantara banyaknya perubahan jaman
saya salut dengan Suku yang punya pendirian teguh memegang tradisi nenek
moyangnya, walaupun jaman cepat berubah mereka tidak lekang oleh jaman. Suku Kajang atau yang lebih dikenal dengan
Adat Ammatoa adalah sebuah suku yang terdapat pada kebudayaan sulawesi selatan.
Masyarakat Kajang di bisa di jumpai pada Kabupaten Bulukumba lebih tepatnya
kecamatan kajang. Sebuah Suku Klasik yang masihkental akan adat istiadatnya
yang sangat sakral. Suku ini merupakan salah satu suku yang tetap
mempertahankan kearifan lokal sampai saat ini. Suku ini terletak di Sulawesi
Selatantepatnya sekitar 200 km arah timur Makassar.Desa suku Kajang yang utama
adalah desa Tana Toa. Selebihnya, mereka tersebar didesa Bonto Baji, Malleleng,
Pattiroang, Batu Nilamung, dan Tambangan.Suku ini mendiami sebuah kecataman
yaitu Kecamatan Kajang, yang merupakanbagian dari kabupaten Bulukumba (daerah
yang terkenal dengan pembuat perahu Finisidengan pelaut-pelaut ulung).
Dikecamatan Kajang sendiri dibagi menjadi dua wilayah, yaitu Kajang luar
(Lembang) dan Wilayah Kajang adat (Kawasan adat Amma Toa).
Dalam
memegang tampuk kepemimpinan ini Ammatowa memilih lima orang pemukaadat untuk
menjalankan roda pemerintahan. Kelima pemimpin tersebut diangkat olehAmmatowa
dengan suatu perjanjian, di saat alam tidak bersahabat seperti matinya
tanamandan hewan atau bencana alam, kelima pemuka adat harus rela melepas
jabatannya.Suku ini berprinsip bahwa, daerah Kajang adalah daerah
“kamase-masea . Bahkan,salah satu
contoh program pemerintah adalahmemberikan akses penerangan (listrik) di daerah
ini, di tolak oleh komunitas adat, sehinggasampai saat ini, daerah adat Kajang
Ammatoa masih menggunakan penerangan lamputembok yang dulunya terbuat dari buah
jarak, tetapi sekarang sudah memakai minyak tanah. Jadi jangan
mencari ada alat elektronik di daerah ini. Memasuki kawasan Adat,penduduk tidak
boleh memakai alas kaki, termasuk tamu yang datang dari luar. Masih berlakunya hukum peninggalan leluhur ini
membuat Kawasan Adat Ammatowatidak pernah berubah sejak pertama kali
didirikan.Jalan tanah sepanjang 5 kilometer menuju desa masih tetap bertahan
tanpa perubahan yang berarti.Bahkan rumah-rumahadat yang terbuat dari kayu
masih berdiri tegak dengan arah membelakangi hutan adat. Ruang tambahan yang
terletak dibelakang rumah juga masih ada sebagai simbol memilikianak
gadis.Asrinya suasana di kawasan adat initercipta karena pemimpin adat atau
Ammatowa yang dibantu lima pemukaadat, secara keras menjalankanperaturan adat.
Bahkan kerasnya Ammatowa dalam menjalankanperaturan ini dapat dilihat dari
rumahmilik orang yang dianggap suci tersebut. Rumah pemimpin adat merupakan rumah terjelek. Dindingnya hanyaterbuat
dari bambu. Sedangkan lima pemuka adat lainnya memiliki rumah lebih baik
dariAmmatowa. Namun dalam melaksanakan kepemimpinannya, lima pemimpin adat
inidikenakan kontrak sosial. Mereka dapat dihentikan dari jabatannya jika
berbuat kesalahan yang dapat dilihat dari gejala alam.Di bawah
kepemimpinan Ammatowa dan kelima pemuka adat, kebiasaan-kebiasaanleluhur tetap
dijalankan. Justru dengan kebiasaan ini swasembada segala faktor kehidupan
dapat terus berjalan.Dalam kehidupan Masyarakat Kajang, kaum wanita diwajibkan
bisa membuat kaindan memasak.Sedangkan kaum pria diwajibkan untuk bekerja di
ladang dan membuatperlengkapan rumah dari kayu. Keahlian membuat perlengkapan
dari kayu ini jugamerupakan kewajiban bagi kaum pria untuk berumah tangga.Luasnya
sawah milik warga Suku Kajang yang terletak jauh dari tempat tinggalmerupakan
suatu anugrah tersendiri. Dengan luasnya
sawah yang menghasilkan berton-ton padi setiap tahun,
Warga
suku Kajang selalu terhindar dari bahaya kelaparan. Anugrahini sangat disyukuri
oleh segenap warga.Sumber dari segala kegiatan ataUpola hidup atau hokum adat
bersumber
dari
“pappasang”(semacam undang-undang yang dihafalkan dengan lisan secara turuntemurun).
Hukum “Pappasang” merupakan semacam hukum tidak tertulis yang tidak
bolehdilanggar. Siapa yang melanggar akan kena “pangellai”,teguran atau
hukuman.
Perlu di ketahui, Kajang di bagi dua secara
geografis,yaitu;
1.
kajang dalam (suku kajang,
mereka di sebut“tau Kajang”)
2.
kajang luar (orang-orang yang
berdiam disekitar suku kajang yang relatif lebih modern, mereka di sebut “tau
Lembang” ).
Bukan hanya listrik yang dilarang masuk di
suku Kajang, tetapi segala sesuatu yangdianggap melanggar “pappasang, Kajang,
tana kamase - masea”.
Contoh lainnya adalah pembangunan jalan raya,
kendaraan, sekolah, bahkan cara berpakain sekalipun. Memasukikompleks adat,
anda akan dilarang untuk memakai pakaian yang mencolak, yangmencerminkan
kemewahan, yang akan di kenakan sanksi adat ataupun tidak dibiarkanmasuk ke
kompleks adat.Melihat keadaan alam suku Kajang, masih sangat asli. Di dalam
kompleks adat adasebuah hutan, dimana masyarakat di larang mengambil kayunya,
walau itu hanya untuk kayu bakar sekalipun, yaitu hutan “Karanjang”.
II.
SEJARAH SUKU KAJANG
Namun, hanya masyarakat yang
tinggal di kawasan Kajang Dalam yang masih sepenuhnya berpegang teguh kepada
adat Ammatoa. Mereka mempraktekkan cara hidup sangat sederhana dengan menolak
segala sesuatu yang berbau teknologi. Bagi mereka, benda-benda teknologi dapat
membawa dampak negatif bagi kehidupan mereka, karena bersifat merusak
kelestarian sumber daya alam. Komunitas yang selalu mengenakan pakaian serba
hitam inilah yang kemudian disebut sebagai masyarakat adat Ammatoa.
Masyarakat Ammatoa
memraktekkan sebuah agama adat yang disebut dengan Patuntung. Istilah Patuntung
berasal dari tuntungi, kata
dalam bahasa Makassar yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti
“mencari sumber kebenaran. Ajaran Patuntung
mengajarkan—jika manusia ingin mendapatkan sumber kebenaran tersebut, maka ia
harus menyandarkan diri pada tiga pilar utama, yaitu menghormati Tuhan dan
Nenek moyang (Turiek Akrakna). Kepercayaan dan penghormatan terhadap Turiek Akrakna merupakan keyakinan
yang paling mendasar dalam agama Patuntung.
Masyarakat adat Kajang percaya bahwa Turiek
Akrakna adalah pencipta segala sesuatu, Maha Kekal, Maha Mengetahui,
Maha Perkasa, dan Maha Kuasa. Turiek
Akrakna menurunkan perintah-Nya kepada masyarakat Kajang dalam bentuk pasang (sejenis wahyu dalam tradisi
agama Abrahamik) melalui manusia pertama yang bernama Ammatoa. Secara harfiah, pasang
berarti “pesan”. Namun, pesan yang dimaksud bukanlah sembarang pesan. Pasang adalah keseluruhan pengetahuan
dan pengalaman tentang segala aspek dan lika-liku yang berkaitan dengan
kehidupan yang dipesankan secara lisan oleh nenek moyang mereka dari generasi
ke generasi. Pasang tersebut
wajib ditatati, dipatuhi, dan dilaksanakan oleh masyarakat adat Ammatoa. Jika
masyarakat melanggar pasang,
maka akan terjadi hal-hal buruk yang tidak diinginkan. Hal ini disebutkan dalam
sebuah pasang yang berbunyi “Punna suruki, bebbeki. Punna nilingkai
pesokki Yang artinya: Kalau kita jongkok, gugur rambut, dan tidak tumbuh
lagi. Kalau dilangkahi kita lumpuh. Agar pesan-pesan yang diturunkan-Nya ke
bumi dapat dipatuhi dan dilaksanakan oleh manusia, Turiek Akrakna memerintahkan Ammatoa untuk menjaga, menyebarkan, dan melestarikan pasang tersebut. Fungsi Ammatoa dalam masyarakat Kajang
adalah sebagai mediator, pihak yang memerantarai antara Turiek Akrakna dengan manusia. Dari mitos yang berkembang dalam
masyarakat Kajang, Ammatoa merupakan
manusia pertama yang diturunkan oleh Turiek
Akrakna ke dunia. Masyarakat Kajang meyakini bahwa tempat pertama kali Ammatoa diturunkan ke bumi
adalah kawasan yang sekarang ini menjadi tempat tinggal mereka. Suku Kajang
menyebut tanah tempat tinggal mereka saat ini sebagai Tanatoa, “tanah tertua”, tanah yang diwariskan oleh leluhur
mereka. Mereka percaya, konon di suatu hari dalam proses penciptaan manusia
pertama di muka bumi, turunlah To Manurung dari langit. Turunnya To Manurung
itu mengikuti perintah Turek Akrakna
atau Yang Maha Berkehendak. Syahdan, To Manurung turun ke bumi dengan
menunggangi seekor burung Kajang atau burung gagak yang menjadi cikal bakal
manusia. Saat ini, keturunanya telah menyebar memenuhi permukaan bumi. Namun,
di antara mereka ada satu kelompok yang sangat dia sayangi, yakni orang Kajang
dari Tanatoa. Bagi orang
Kajang, kepercayaan tentang To Manurung ini diterima sebagai sebuah realitas.
Di tanah tempat To Manurung mendarat, mereka mendirikan sebuah desa yang disebut
sebagai Tanatoa atau tanah
tertua. Karena itu, mereka meyakini To Manurung sebagai Ammatoa (pemimpin tertinggi Suku Kajang) yang pertama dan
mengikuti segala ajaran yang dibawanya. Kini, ajaran tersebut menjadi pedoman
mereka dalam kehidupan sehari-hari, dan
nama burung Kajang kemudian digunakan sebagai nama komunitas mereka.
III.
TRADISI SUKU KAJANG
Setiap
usai panen mereka selalu menggelar upacara adat yang bertujuan sebagai ucapan
terima kasih kepada Sang Pencipta. Upacara adat yang disebut Rumatang ini
dipimpin langsung oleh Ammatowa.Di sawah milik Ammatowa ini persiapan upacara
Rumatang mulai dilakukan sejak pagi hari. Saat itu kaum wanita telah datang dan
mulai memasak makanan di bawah gubuk milik Ammatowa. Berbagai jenis
makanan khas Suku Kajang mulai dipersiapkan untuk keperluan upacara adat dan
makan siang bersama. Persiapan
di tepi sawah ini dipimpin oleh seorang wanita tua yang telah mengetahui jenis
makanan yang harusdipersiapkan untuk sesaji. Dibawah petunjuknya, kaum wanita
mulai memasak berbagai jenis makanan, termasuk nasi dengan empat warna.Di
saat kaum wanita sibuk mempersiapkan sesaji, kaum pria juga mulai mengikat padi
hasil panen mereka menjadi ikatan-ikatan besar. Usai diikat, padi hasil panen
ini dijemur di bawah terik matahari.Tengah hari, merupakan pertanda upacara
harus dilangsungkan. Sebelum memulai upacara puncak, warga Suku Kajang
berkumpul dibawah bilik untuk makan siang bersama. Uniknya
makan siang di tepi sawah ini mempunyai syarat tertentu. Nasi yang dipersiapkan
harus dari beras hitam. Karena jenis beras inilah yang pertama kali dapat
ditanam oleh leluhur mereka. Upacara makan siang dilanjutkan dengan
meminumsejenis minuman keras khas Sulawesi Selatan yang disebut
"ballo". Semua kaum pria wajib meminum
ballo dari gelas yang sama sebagai simbol persaudaraan.Usai makan siang, kaum
pria ditugaskan untuk membawa padi yang telah diikat menuju ke desamereka.
Padi mereka bawa dengan menggunakan sebilah kayu. Mereka berjalan menyusuri
pematang sawah dengan menempuh jarak sekitar 10 kilometer. Namun beban berat
dan berjalan jauh tidak mereka rasakan karena rasa senangakan hasil panen
yang berlimpah
i.
Pakaian
Adat
Hitam
merupakan sebuah warna adat yang kental akan kesakralan dan bila kita memasuki
kawasan ammatoa pakaian kita harus berwarna hitam. Warna hitam mempunyai makna
bagi Mayarakat Ammatoa sebagai bentuk persamaan dalam segala hal, termasuk
kesamaan dalam kesederhanaan. tidak ada warna hitam yang lebih baik antara
yang satu dengan yang lainnya. Semua hitam adalah sama. Warna hitam menunjukkan
kekuatan, kesamaan derajat bagi setiap orang di depan sang pencipta. Pakaian mereka adalah pakaian yang ditenun sendiri,
yang konon harganya sangat mahal, bahkan sampai jutaan rupiah.Pos ini juga
merupakan simbol mulai berlakunya hukum adat Masyarakat Kajang. Hukum adat ini
berpedoman pada kitab wasiat Masyarakat Kajang yang masih dipegang teguh.
Sehingga segala macam bentuk peradaban diluar kawasan tidak akan pernah
mereka terima. Menurut kepala desa, salah satu kebiasaan yang harus dijalankan
adalah kewajibanseorang wanita membuat pakaian untuk anggota keluarganya. Membuat
pakaian merupakan syarat bagi seorang wanita untuk dapat melangsungkan pernikahan. Sehingga dalam kehidupannya
wanita tanpa keahlian membuat pakaian, tidak dapat menikah. Pembuatan pakaian
ini dilakukan secara tradisional, mulai dari pembuatanbenang, proses pewarnaan
hingga menenunnya menjadi selembar kain.
ii.
Tarian Daerah
Tarian
Komunitas Kajang, adapun tarian yang dibawakan adalah “Pabatte Passapu”atau “Sabung
ayam” Tatian tersebut mengalir begitu saja, tanpa latihan apalagi gladiresik
Pabbatte Passapu menceritakan sabung ayam yang diperagakan dengan passapu
(destar atau ikat kepala). Dua orang penari pria berpakaian serba hitam
bergerak-gerak seperti seekor ayam jago.Tangan keduanya mengibas-ngibaskan
destar hitam. Sebentar-sebentar, mereka beradu destar,menggambarkan dua jago
sedang bertarung.
iii.
Alat Musik Daerah
Mereka
tampil begitu alami dan sangat bersahaja. Begitu pula musik yangmengiringi,
hanya menggunakan sebuah gendang kecil dan kunru-kunru. Yang terakhir ini alat
musik tiup khas Kajang, terbuat dari batang padi atau bambu kecil.Biasanya,
alat musik itu dimainkan penggembala kerbau. Yang sangat memikat,sepanjang
pertunjukan Pabbatte passapu sekitar 20 menit, kunru-kunru terus melengking
tiada henti.
iv.
Bahasa Daerah
Dalam
bahasa bugis Konjo yang kental merupakan bahasa suku yang selama ini sebagai
media komunikasi antar sesama masyarakat suku kajang.
v.
Agama
Agama
mereka adalah Islam, dan akan marah jika dikatakan bukan orang Islam.Tapi jika
dilihat lebih dalam, orang-orang Kajang masih menganut animisme, dinamisme
ataupun totemisme. Sumbernya adalah “patuntung ”, sehingga ada yang
mengatakan bahwa agama orang Kajang adalah agama “Patuntung”. Agama patuntung
adalahsemacam upacara adat, dan sangat kelihatan pada acara-acara
kematian.
IV.
PENUTUP
Kesimpulan :
Masyarakat suku kajang merupakan
masyarakat yang penuh dengan kesederhanaan, mereka memegang teguh adat istiadat
serta budaya-budaya mereka.Masyarakat kajang secara geografis terdiri dari dua
yaitu, masyarakat kajang dalam ( tau kajang ) dan masyarakat kajang luar ( tau
lembang ). Masyarakat kajang dalam lebih memegang teguh budaya dan
tradisi-tradisi yang berlaku di lingkungannya. Sedangkan , masyarakat kajang
luar merupakan masyarakat kajang yang tinggal di luar perkampungan, masyarakat
kajang luar ini sudah bersifat modern dan dapat menerima hal baru dari luar. Dengan
demikian apa yg baik yg harus kita buat adalah dengan meniru apa yg baik dari
suku kajang ini. Bagaimana cara kita mengaplikasikan sesuatu yg baik dengan
kesederhanaan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Daftar pustaka :
http://gowata.blogspot.com/2009/04/suku-kajang-di-kab-bulukumba.html
http://www.indosiar.com/ragam/kajang--potret-suku-terasing_39110.html
http://psychologymania.wordpress.com/2011/07/12/suku-kajang-antara-keterasingan-dan-kearifan-lokal.
http://etnofilm.wordpress.com/2008/05/06/ammatoa-suku-kajang.
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=11951486.
http://www.psychologymania.com/2011/08/suku-kajang-menjaga-tradisi-dan.html
http://syaifulafdhal.blogspot.com/2013/09/selaras-dengan-alam-sebagai-kosmologi.html
http://www.alambudaya.com/2014/10/suku-kajang-yang-masih-memegang-teguh.html